Kuat Akar Kuat Tanah: Solidaritas Trans Nasional & Gerakan Trans Lokal
Gagasan tentang translokal dan trans-historis dimunculkan untuk memberi ruang bagi sejarah yang lain dengan spirit yang sama, meskipun berada dalam Kawasan di luar global selatan. Pengalaman selama menjalankan BJE Putaran Pertama lalu menunjukkan bagaimana pentingnya merawat kepercayaan dan pengetahuan lokal, keterampilan yang didasarkan pada filsafat tentang alam dan kehidupan, serta kedaulatan masyarakat adat. Dalam Kawasan Global Selatan, `di mana masyarakat masih hidup dalam semangat komunal dan spiritualitas yang merepresentasikan kedekatan dengan alam, ada banyak sekali prinsip kehidupan yang berharga untuk menjadi pengetahuan. BJE melalui konsep translokal berupaya menghubungkan pengetahuan di satu lokalitas dengan lokalitas lain, sistem seni dan kebudayaan yang berbasis pada situasi-situasi adat spesifik, serta artikulasi pengetahuan yang lebih berakar pada bahasa-bahasa lokal.
Kuat Akar Kuat Tanah menjadi metafora untuk menunjukkan solidaritas trans-nasional dan gerakan translokal sebagai pijakan bagi kerja-kerja bersama para pelaku seni, budaya dan aktivis dari Global Selatan. Dengan menelusuri gerakan-gerakan akar rumput di berbagai wilayah nusantara yang beragam dan punya konteks spesifik, simposium ini berusaha menghubungkan praktik dan bentuk gerakan yanh berbeda satu sama lain untuk bisa menjadi ruang saling berbagi dan membayangkan masa depan dunia baru. Kesadaran akan pentingnya membangun jejaring pengetahuan lokal untuk memperluas akar akan memperkuat tanah di atasnya, menjadi kolektif yang lebih kukuh.
Trans-nasional(itas) menjadi cara untuk menghubungkan gerakan lokal melampaui batas negara dan kawasan, di mana situasi pasca kolonial direka menjadi strategi untuk mewujudkan kesetaraan.
Tim Perumus Simposium Khatulistiwa 2022 :
- Alia Swastika (@alia.swastika)
Alia adalah lulusan Jurusan Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Sejak 2008 ia menjadi kurator dan Direktur Program di Ark Galerie, Jakarta/Yogyakarta. Sekarang bekerja sebagai Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta. Selain melakukan kerja kuratorial, ia aktif menerbitkan tulisan pada berbagai surat kabar, majalah, jurnal dan buku baik di dalam maupun luar negeri.
- Dr. Mitha Budhyarto (@mithabudhy)
Mitha adalah dosen di Lasalle College of the Arts Singapura, dimana ia mengajar Kajian Budaya di Fakultas Design. Penelitian yang dilakukan oleh Mitha telah diterbitkan dan dipresentasikan di berbagai jurnal dan konferensi akademik internasional. Sebagai peneliti dan kurator, Mitha juga telah menerima hibah dari institusi nasional dan internasional.
- Irham Nur Anshari (@irhamans)
Irham merupakan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada dan pembina Unit Seni Rupa (USER) UGM. Mengajar beberapa mata kuliah seperti komunikasi visual, fotografi, kajian film, cyberculture, serta mengembangkan mata kuliah baru : media dan seni kontemporer. Irham juga sebagai salah satu penulis buku seri Pusaka Seni Rupa (2017), editor buku/katalog Biennale Jogja (sejak 2015), serta programmer Simposium Khatulistiwa (2020).
- Ben K. C. Laksana (@benlaksana)
Ben adalah seorang mahasiswa doktoral di Victoria University of Wellington, Selandia Baru, dengan fokus penelitian pada persimpangan antara sosiologi, pendidikan, dan anak muda. Ia bekerja sebagai peneliti dan pendidik dengan pengalaman lebih dari 8 tahun dan telah bekerja dengan beragam organisasi lokal maupun internasional. Ia juga salah satu pendiri dan mentor Arkademy project, sebuah organisasi yang berfokus pada pendidikan kritis dengan melibatkan publik secara aktif dan kritis dalam memahami isu-isu sosial melalui penggunaan medium fotografi.