ALAM TERKEMBANG JADI GURU

Pengantar Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta

 

Simposium Khatulistiwa adalah sebuah forum yang digagas sejak 2013 untuk menindaklanjuti pertukaran gagasan dan pemikiran yang muncul sebagai bagian dari dinamika Biennale Jogja Khatulistiwa. Karena mengacu pada kerangka kerja khatulistiwa, maka Simposium ini secara khusus juga selalu berusaha untuk menempatkan produksi pengetahuan lokal sebagai titik pijak untuk membaca situasi, fenomena dan realitas sosial di Kawasan ini dan Global Selatan secara lebih luas. Meskipun terjadi dalam kondisi di mana kita harus membatasi jumlah peserta sesuai dengan protokol kesehatan untuk mencegah perluasan pandemic COVID-19, tetapi kami melihat nilai sangat penting dari pertemuan fisik dan non-fisik yang terjadi pada penyelenggaraan simposium ini.

Gagasan pertemuan itu sendiri menjadi sesuatu yang signifikan dalam proses kami memformulasikan tema-tema dalam simposium ini. Salah satu nilai penting dalam aktivitas kesenian adalah bagaimana kita berjumpa dengan orang-orang, kelompok atau konteks budaya yang lain, lalu kita menegosiasikan pandangan-pandangan kita tentang dunia bersama.

Setelah empat kali penyelenggaraan Simposium Khatulistiwa, Yayasan Biennale Yogyakarta melihat urgensi untuk merefleksikan temuan, pemikiran, pertukaran gagasan dan beragam pembahasan yang telah terjadi dalam praktik penyelenggaraan Biennale dan Simposium di tahun-tahun sebelumnya untuk dapat memberikan pernyataan dan tawaran pembacaan yang merespons perubahan situasi geopolitis yang terjadi di dunia sekarang ini. Selama ini dunia seni seperti secara terberi menerima dinamika seni global yang didominasi oleh sistem dan sejarah seni Barat sebagai titik pijak. Yayasan Biennale Yogyakarta secara kritis berusaha untuk membuka relasi kekuasaan yang tidak seimbang tersebut, dan mencoba menawarkan cara baca dan arah baru pergerakan seni global yang lebih berpihak pada pengetahuan dan sejarah seni lokal yang spesifik.

Dalam [Alam Terkembang Jadi Guru] SK 2020 ingin menggali pengetahuan-pengetahuan lokal sehingga ia memiliki posisi yang sejajar dengan sistem pengetahuan Barat yang selama ini mendominasi sistem pendidikan modern. Secara khusus, seniman kontemporer telah melakukan upaya pembacaan kembali pengetahuan dan budaya-budaya lokal ini dengan melakukan “penelitian” dan “kolaborasi” dengan warga setempat, kemudian mentransformasikannya menjadi bentuk-bentuk karya kontemporer.

Kami sangat berbangga atas keragaman konteks yang dihadirkan dalam Simposium Khatulistiwa 2020 ini. Ada pelaku dan pengkaji seni dari berbagai daerah, dari Aceh hingga Papua, dari Brazil hingga Malaysia, ada beragam disiplin yang dilibatkan, mulai dari seni rupa, tari, musik, sastra, film, teater, juga aktivis dan akademisi. Terimakasih atas kontribusi pemikiran dan refleksi yang sangat berharga ini yang saya yakin akan memantik diskusi yang dinamis dan menarik selama berlangsungnya acara.

Bunga Rampai ini mengumpulkan makalah dan tulisan dari diskusi-diskusi yang terjadi selama simposium berlangsung. Beberapa tulisan secara lebih mendalam mengkaji lagi tema dan penelitian mereka yang telah dipresentasikan, serta menambahkan poin-poin diskusi sebagai bagian dari pemikiran baru. Sementara beberapa tulisan lain merupakan refleksi atau catatan tentang bagaimana forum diskusi saling bersilang dan memantul satu sama lain.

Yayasan Biennale mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung keberlangsungan acara ini. Saya dibantu oleh Michael HB Raditya dan Irham Nur Anshari untuk merumuskan gagasan dasar dan tema beragam panel ini. Ada Khairunnisa dan Anjali Nayenggita dibagian program, Wulan dan Monic serta Anggit dalam sekretariat, serta BM Anggana serta Prima Abadi Sulistyo dan seluruh tim yang membantu kami dalam perencanaan teknis yang cukup rumit dalam menggabungkan penyelenggaraan daring dan luring ini.

Terakhir, tidak lupa, kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya untuk dukungan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Fasilitasi Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Taman Budaya Yogyakarta.

 

Yogyakarta, November 2020
Alia Swastika