“Membaca praktik-praktik seni dalam kaitannya dengan masyarakat lokal”

Dalam sebuah kondisi yang kerap disebut globalisasi, istilah “masyarakat lokal” perlu dimaknai bukan sebagai suatu kelompok masyarakat yang terisolir dari yang global. Sebaliknya masyarakat lokal selalu bergerak dinamis mempertanyakan identitasnya, baik melalui praktik negosiasi, kontestasi, komodifikasi, dan sebagainya. Simposium ini mencoba menawarkan perbincangan seputar bagaimana praktik-praktik seni kontemporer bersinggungan dengan masyarakat lokal dalam berbagai bentuknya.

Secara khusus, seniman kontemporer telah melakukan upaya pembacaan kembali pengetahuan dan budaya-budaya lokal ini dengan melakukan “penelitian” dan “kolaborasi” dengan warga setempat, kemudian mentransformasikannya menjadi bentuk-bentuk karya kontemporer. Seniman mendorong dirinya untuk bekerja dengan pendekatan antropologi untuk mendekati kebudayaan lokal, kemudian menafsir realitas itu menjadi bentukan baru. bagaimana bentuk-bentuk baru ini juga dapat memberikan aspirasi perubahan bagi masyarakat itu sendiri.

Bagaimana proses pertukaran pengetahuan di antara seniman dan warga lokal ini terjadi? Apakah ada relasi kuasa yang lebih sejajar di antara keduanya? Bagaimana proyek seni dapat mendorong keduanya untuk saling berkontribusi terhadap perubahan? Bagaimana posisi seniman sebagai pihak yang kemudian lebih terkena terpaan sosial (exposure) dari proyek-proyek macam ini dapat bersikap adil terhadap pengetahuan warga?

Dekolonisasi pengetahuan dan aktivisme yang tidak terpusat menjadi perhatian dalam seni, tetapi mencakup kebudayaan yang lebih luas. Salah satunya interaksi atau pendayagunaan pengetahuan lokal dalam menyelesaikan problem sosial atau inovasi dan penciptaan menuju masa depan.


Tahun ini, Simposium Khatulistiwa 2020 akan berlangsung selama dua hari, 30-31 Oktober di Taman Budaya Yogyakarta. Berikut panel-panel yang akan kami hadirkan:

Jumat, 30 Oktober 2020

Keynote speaker: Roem Topatimasang berbincang bersama Puthut EA

– 1A: “Rekomodifikasi dan Resistensi Lokal”

Panel ini akan membicarakan praktik-praktik seni yang lahir sebagai upaya resistensi ataupun rekomodifikasi seni lokal. Bagaimana negosiasi ini dibaca sebagai tawaran baru yang lebih egaliter dan demokratis? Adakah bentuk seni baru yang muncul dalam negosiasi ini?

Menghadirkan:  Yennu Ariendra, Lintang Raditya, Yustina Devi, Yee-I Lann, dan Michael HB Raditya (Penanggap)

– 1B: “Produksi Pengetahuan Lokal”

Panel “Produksi Pengetahuan Lokal” membicarakan praktik-praktik seni budaya lokal yang dilakukan sebagai produksi pengetahuan alternatif atas pengetahuan dominan global/nasional.

Menghadirkan:  Fauzan Santa, Erni Aladjai, Septina Layan, dan Arham Rahman (Penanggap)

2A: “Melihat ke Dalam, Melangkah ke Luar”

Panel “Melihat ke Dalam, Melangkah ke Luar” membicarakan bagaimana seniman-seniman kontemporer bekerja dengan isu dan masyarakat lokal, menggunakan sumber daya lokal, untuk kemudian memproduksi karya yang dipresentasikan dalam skena seni global/ nasional. Persepektif dan isu apa yang muncul dari perjumpaan program seniman mukiman (artist residency)? Bagaimana masalah eksploitasi dan eksotisasi menjadi perhatian dalam praktik-praktik ini?

Menghadirkan: Eko Supriyanto, Kamila Andini, Arsita dan Teater Garasi, dan Muhammad Abe (Penanggap)

– 2B: “Program Seniman Mukiman (artist residency)”

Panel ini berfokus pada satu aktivitas penting perjumpaan seniman dengan masyarakat lokal. Panel “Seniman Mukiman dan Redefinisi Persoalan Lokal” membicarakan bagaimana praktik seniman mukiman berjumpa dengan masyarakat lokal, baik dalam membaca persoalan lokal, menyerap pengetahuan lokal, serta melakukan praktik artistik berbasis kolaborasi yang etis.

Menghadirkan: Irwan Ahmett dan Tita Salina, Linda Mayasari dan Manshur Zikri, Daniel Lie, dan Irham Nur Anshari (Penanggap)

 

Sabtu, 31 Oktober 2020

Keynote speaker: Rachmi Diyah Larasati berbincang bersama Alia Swastika

– 3A: “Festival sebagai Ruang dan Jembatan”

Panel pertama “Festival sebagai Ruang dan Jembatan” membicarakan bagaimana festival-festival seni budaya dapat menjadi ruang etalase estetika lokal, baik yang terpinggirkan maupun yang berevolusi menjadi bentuk baru. Bagaimana festival juga menjadi jembatan bagi estetika lokal ini untuk bertemu dengan audiens yang lebih luas?

Menghadirkan: Kusen Alipah Hadi, Heri Budiman, Novi Kurnia, dan Ikun Sri Kuncoro (Penanggap)

– 3B: “Seni dan Estetika yang Inklusif”

Panel Kedua membahas tentang praktik-praktik penciptaan yang melihat konteks-konteks di luar yang dianggap arus utama seperti isu transpuan dan LGBT, difabilitas, atau mereka yang dipinggirkan karena sejarah politik.

Menghadirkan: Venti Wijayanti, Tamarra, Mahdi Nurcahyo, dan Naomi Srikandi (Penanggap)

– 4A: “Tubuh Politis, Tubuh Partisipatif”

Panel pertama membicarakan bagaimana tubuh dalam konteks keseharian memberikan kontribusi pada praktik kesenian melalui artikulasi pengalaman, memori, serta identitas seksualitas.

Menghadirkan: Hoirul Hafifi, Murti Aria Saputri, Yogi Maulana Wahyudin, dan Gatari Surya Kusuma (Penanggap)

– 4B: “Membaca Bentang Ruang”

Panel Kedua membicarakan kontestasi ruang dalam beragam bentang kebudayaan, serta bagaimana praktik-praktik seni beradaptasi atau bahkan mentransformasikan makna ruang itu sendiri.

Menghadirkan: Riyadhus Salihin, Sylvania Hutagalung (Kolektif Partikula), Syswandi, dan Lisistrata Lusandiana (Penanggap)


Simposium Khatulistiwa akan berlangsung secara luring (offline). Sesi yang akan disiarkan secara langsung hanyalah “Keynote speaker”. Tautan untuk mengakses sesi “Keynote speaker” akan kami umumkan lebih lanjut.

Untuk pendaftaran peserta Simposium Khatulistiwa 2020, klik tautan berikut: https://linktr.ee/biennalejogja